Internasional

Universitas Bangladesh Tangguhkan Mahasiswa Berstatus Pengungsi Rohingya

Senin, 9 September 2019 | 07:30 WIB

Universitas Bangladesh Tangguhkan Mahasiswa Berstatus Pengungsi Rohingya

Pengungsi Rohingya. (Foto: Reuters)

Cox’s Bazar, NU Online
Sebuah universitas di Bangladesh menangguhkan seorang mahasiswa karena statusnya sebagai pengungsi Rohingya. Keputusan itu diambil setelah pihak kampus mengetahui status mahasiswa tersebut. 

Sesuai dengan peraturan yang berlaku di Bangladesh, pengungsi dilarang mengikuti pendidikan formal. Universitas International Cox’s Bazar mengatakan, pihaknya telah menangguhkan status mahasiswa Rahima Akter Khushi (20). Pihak kampus juga akan melakukan investigasi kasus tersebut setelah dia diberitakakan menyembunyikan identitas Rohingya nya saat mendaftar.

Kepala Lembaga Pendidikan Internasional Universitas International Cox’s Bazar Abul Kashem menegaskan, siapapun yang berstatus pengungsi tidak diperbolehkan belajar di kampus tersebut. 

“Rohingya tidak dapat diterima di universitas kami, karena mereka adalah pengungsi. Orang asing dapat belajar di sini, tetapi mereka harus mengikuti prosedur yang ada," kata Khasem.

Menurut Khasem, Rahima menggunakan dokumen yang menunjukkan kalau dia telah menyelesaikan pendidikan menengahnya di sebuah sekolah di Chittagong, Bangladesh. 

Rahima yang mengambil bidang hukum di kampus tersebut mengaku, penangguhan status mahasiswanya telah menghancurkan mentalnya. Ia bertekad tidak akan menyerah dan akan melakukan yang terbaik untuk menyelesaikan masalah itu.

“Gadis lain mungkin sudah akan menyerah, tapi saya akan mencoba yang terbaik untuk menghadapi situasi ini,” katanya kepada AFP diberitakan Channel News Asia, Ahad (8/9).

Rahima menjelaskan, orang tuanya tiba di Bangladesh dari negara bagian Rakhine, Myanmar, pada 1990-an silam. Dikatakannya, dirinya lahir dan tumbuh di Distrik Cox’s Bazar, Bangladesh.
 
“Saya ingin melangkah lebih jauh. Tetapi saya tidak tahu bagaimana saya akan melakukannya," keluhnya.

Situs berita Rohingya Post melaporkan, Rahima pernah menjadi target setelah melakukan wawancara dengan kantor berita internasional Associated Press pada 2018 lalu. Wawancara itu kemudian menjadi viral di Cox’s Bazar. 

Pemimpin Rohingya yang berbasis di Brisbane, Australia, Mojib Ullah mengatakan, penangguhan status mahasiswa Rahima tidak akan membawa pada apa pun selain membunuh potensi di masyarakat, yang memiliki kesempatan terbatas untuk belajar di Rakhine.

Diketahui, pada Agustus 2017 lalu sekitar 750 ribu etnis Rohingya melarikan diri dari Rakhine setelah tentara Myanmar menggelar operasi militer. Mereka kemudian mengungsi ke beberapa wilayah di Bangladesh. Sebelumnya, puluhan bahkan ratusan ribu etnis Rohingya juga telah mengungsi di Bangladesh.

Pewarta: Muchlishon
Editor: Fathoni Ahmad