Nasional

Habib Anis Sholeh Ba’asyin Ungkap Sisi-sisi Lain Mbah Moen

Jumat, 9 Agustus 2019 | 13:30 WIB

Habib Anis Sholeh Ba’asyin Ungkap Sisi-sisi Lain Mbah Moen

Habib Anis Sholeh Ba’asyin

Jakarta, NU Online
Habib Anis Sholeh Ba’asyin salah satu habib yang berduka atas wafatnya ulama besar sesepuh NU, KH Maimoen Zubair. Dia tak heran atas pemberitaan media yang begitu simpati atas wafatnya Mbah Moen karena memang ia dekat dengan semua kalangan dan jasanya besar untuk negeri ini melalui semangat cinta tanah airnya. 

“Mbah Moen itu kan kiai aktivis sebagaimana umumnya kiai-kiai kita dahulu, aktivis semua. Beliau istiqamah sampai akhir hayatnya,” ungkapnya di Gedung PBNU, Jakarta, Kamis (8/8). 

Bahkan, kata Habib Anis, dalam sepuluh tahun terakhir, Mbah Moen seperti mengejar waktu untuk menyelesaikan tugas-tugas keumatannya, perputaran roda aktivitasnya semakin keras berputar. Padahal usianya tidak muda lagi, di sisi lain kadar gulanya melebihi takaran ukuran normal. 

“Kadar gula yang mencapai 500 di dalam Mbah Moen, tidak mampu menghentikannya. Begitu ada urusan penting, ia mampu ke Jakarta. Artinya, ada tenaga ekstra ketika menyangkut bangsa. Urusan kiai mengelola negara itu terkait bangsa, dan bangsa ini mayoritas Muslim,” jelasnya. 

Kemampuan semacam itu, menurut Habib Anis, tidak mungkin didapatkan oleh orang yang tidak melakukan riyadlah atau olah batin yang istiqamah yang panjang. 

“Mbah Moen sudah tidak bisa didikte fisiknya. Iman dan ilmunya melampaui itu. Mbah Moen itu istiqamah mengaji dan jadi imam santri kalau tidak sakit parah. Alimnya kelihatan banget, terpola dan sistematik,” jelasnya. 

Untuk menjadi sosok seperti Mbah Moen tidak diajarkan di sekolah mana pun, tapi melalui pergulatan langsung di lapangan bergaul dengan segala macam masalah di masyarakat. 

“Itulah beda dengan orang yang hanya pintar atau alim. Kalau orang alim, biasanya alim saja. Tapi Mbah Moen, alim dan arif. Dia menonjol di situ betapa kiai itu lapangnanya di situ,” jelasnya. “Mbah Moen dengan masyarakat seperti ikan dan air. Al-ulama’u warastul anbiya itu konteksnya di situ,” lanjutnya.  

Habib Anis juga menyebut Mbah Moen adalah seorang kosmopolit, terrlihat dari saat bicara dengan bahasa Indonesia. 

“Kalau Mbah Moen kalau berbicara bahasa Indonesia, Jawanya sampai tidak kelihatan. Itu artinya dia kosmpolit. Dengan suara bariton yang khas, itulah Mbah Moen. Al-fatihah,” pungkasnya. (Abdullah Alawi)