Nasional

Panduan Bermedsos ala Kiai Wahfiudin Sakam, Gunakan Nalar Sebelum Ujar

Senin, 24 Mei 2021 | 15:30 WIB

Panduan Bermedsos ala Kiai Wahfiudin Sakam, Gunakan Nalar Sebelum Ujar

Ilustrasi: Dalam bermedia sosial penting untuk selalu menggunakan nalar sebelum ujar agar jangan sampai menyesal.

Jakarta, NU Online

Wakil Talqin Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya, Tasikmalaya, Jawa Barat KH Wahfiudin Sakam memberikan panduan untuk menghadapi teknologi digital saat ini, terutama dalam berselancar di media sosial. Ia menekankan agar selalu menggunakan selalu nalar sebelum berujar. 

 

"Gunakan selalu nalar sebelum ujar. Jangan sampai kita menyesal. Di era teknologi digital sekarang, kita menggunakan media sosial. Begitu kita sebar suatu informasi, kita bertutur dan berujar melalui medsos, maka dia langsung menyebar melalui grup-grup," tutur Kiai Wahfiudin dalam Pesantren Digital Majelis Telkomsel Taqwa (MTT), Senin (25/5).

 

Karena itu, saat berselancar di media sosial seseorang dituntut untuk bersabar. Sebab agama mengajarkan agar seseorang untuk bersabar. Kiai Wahfiudin menegaskan, agama adalah nasihat yang penuh dengan pesan-pesan kebaikan.

 

"Allah pun mengingatkan, tawasaubil haq wa tawasaubisshabr. Hidup itu harus perlu berkomunikasi, bertausiyah, menyebarkan pesan-pesan kebenaran dan kesabaran. Menariknya, dengan teknologi digital segala sesuatu menjadi bergerak begitu cepat seperti kilat. Tetapi justru dalam beragama ditekankan untuk bersabar," jelasnya.

 

Dengan demikian, Kiai Wahfiudin menyarankan agar jangan mudah membagikan atau meneruskan pesan yang diterima melalui media sosial. Tetapi harus terlebih dulu bersabar dengan meniliti soal keabsahan pesan tersebut. 

 

"Segala sesuatu harus diuji kebenarannya. Wa laa taqfu maa laisa bi ilm. Jangan kamu ikuti segala sesuatu yang tidak kamu miliki ilmunya. Segala sesuatu harus diuji dengan ilmu," katanya. 

 

Sekalipun pesan atau konten dalam media sosial itu sudah benar, tetapi belum tentu mengandung kebaikan. Sebab Kiai Wahfiudin menjelaskan, sesuatu yang benar belum tentu baik. Ia memberi contoh tentang fakta seseorang yang melakukan kejahatan.

 

"(Contoh) seseorang melakukan kejahatan dan kita mengetahuinya. Itu fakta. Tetapi kalau kejahatan seseorang itu langsung kita sebarkan melalui medsos, belum tentu membawa kebaikan supaya orang-orang menjadi waspada dan tidak terkena kejahatan itu," jelas Kiai Wahfiudin.

 

Namun bisa jadi, informasi mengenai fakta seseorang yang melakukan kejahatan itu hanya menjadi teror, menimbulkan ketakutan, kecemasan, ketidakpastian, bahkan tindakan anarkis di masyarakat. Karena itu, informasi di media sosial harus diuji terlebih dulu kebenaran dan kebaikannya. Lebih dari itu, sesuatu yang sudah benar dan baik belum tentu juga bermanfaat. 

 

Kiai Wahfiudin menjelaskan bahwa benar, baik, dan bermanfaat merupakan nilai inti dalam perbuatan manusia menurut Islam. Hal ini juga berlaku dalam hal makan dan minum, sebagaimana yang telah difirmankan Allah yakni kuluu wasyrabuu halalan thayyiban (makan dan minumlah yang halal dan baik). 

 

"(Contoh) Sirup itu halal. Sirupnya dibuat dari barang yang halal, dibeli dan diproses juga dengan cara yang halal. Tetapi sirup yang disuguhkan kepada penderita diabetes, itu akan menimbulkan keburukan. Jadi, selain sesuatu itu benar atau halal, juga harus baik," terangnya.

 

Kemudian, harus bermanfaat. Sebagaimana anjuran agama agar jangan makan dan minum secara berlebihan. Segala sesuatu yang berlebihan disebut mubazir, sedangkan mubazir adalah temannya setan. Orang-orang yang berteman dengan setan pasti bukan orang yang baik dan bermanfaat.

 

"Jadi, sesuatu yang benar belum tentu baik. Benar dan baik, belum tentu juga bermanfaat. Setiap kita menerima informasi konten-konten digital, langkah pertama adalah harus sabar. Dalam sabar itu kita melakukan tiga ujian yaitu apakah benar, baik, dan bermanfaat," pungkas Kiai Wahfiudin.

 

Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Kendi Setiawan