Padahal, faktanya, dalam fase new normal semua dipertimbangkan untuk dibuka. Hanya saja masyarakat diminta untuk mengubah gaya hidup sesuai dengan protokol kesehatan.
Selain itu, ada yang harus dipahami dengan baik dan jernih. Pasar merupakan roda ekonomi paling mendasar. Tanpa pasar, masyarakat bisa kolaps. Sedangkan tempat ibadah adalah tempat masyarakat beribadah. Tidak di tempat ibadah pun masyarakat tetap dapat beribadah di rumah.
Sederhana kok. Tetapi banyak orang tidak mau paham. Ini masalahnya.
Andaikan pasar (baik modern atau tradisional) dibuka dan tempat ibadah masih ditutup. Logikanya pakai qiyas awlawi: kalau di tempat ibadah saja tidak boleh berkerumun, apalagi (berkerumun) di pasar.
Tetapi bukankah pasar adalah kebutuhan? Tanpa pasar tidak ada proses ekonomi (jual-beli). Maka itu orang harus ke pasar. Inilah yang dimaksud darurat. Terpaksa harus ke pasar, dan harus menaati protokol kesehatan.
Jika Anda paham ushul fiqih, Anda bisa menggunakan qiyas awlawi (yaitu “apalagi”) seperti dijelaskan di atas. Sama dengan hukum memukul orang tua.
Sekali lagi, ini namanya qiyas awlawi.
Meski pasar sudah dibuka, kalau tidak ada kebutuhan mendesak, ya jangan ke pasar. Simpel kan?
KH Taufik Damas Lc. Wakil Katib Syuriyah PWNU DKI Jakarta
Terpopuler
1
Istikmal, LF PBNU Ikhbarkan 1 Muharram 1446 Jatuh pada Senin 8 Juli 2024
2
Kapan 1 Muharram 1446 H? Ini Penjelasan LF PBNU
3
LF PBNU Instruksikan Rukyatul Hilal Awal Bulan Muharram 1446 H Besok
4
Khutbah Jumat: Judi Online, Petaka Berujung Sengsara
5
Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari: Awas Tipu Muslihat Musuh Agama dan Negara
6
Hukum Meminta Bantuan Jin dalam Pandangan Islam
Terkini
Lihat Semua