Parlemen

Vaksinasi Covid-19, FPKB Desak Pemerintah Prioritaskan juga Tokoh Agama

Kamis, 7 Januari 2021 | 08:30 WIB

Vaksinasi Covid-19, FPKB Desak Pemerintah Prioritaskan juga Tokoh Agama

Sekretaris Fraksi PKB DPR RI, Fathan Subchi. (Foto: dpr.go.id)

Jakarta, NU Online

Sekretaris Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Fathan Subchi mendesak pemerintah agar memasukkan tokoh agama ke dalam prioritas penerima vaksin Covid-19. 


Perlu diketahui, proses vaksinasi akan dilangsungkan pada 13 Januari 2021 mendatang. Presiden Joko Widodo adalah orang pertama yang akan disuntik vaksin. Kemudian dilanjut secara serentak di 34 provinsi secara bertahap. 


Tahap pertama prioritas vaksin pada periode Januari hingga April akan diberikan kepada tenaga kesehatan, asisten tenaga kesehatan, tenaga penunjang serta mahasiswa yang sedang menjalani profesi kedokteran yang bekerja di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.


Sedangkan tahap kedua, vaksin akan diberikan kepada Petugas Pelayanan Publik seperti TNI/Polri, aparat hukum, dan petugas pelayanan publik lainnya di bandara, pelabuhan, stasiun, terminal, perbankan, perusahaan listrik negara, dan perusahaan daerah air minum, serta kelompok usia lanjut di atas 60 tahun.


Di tahap ketiga, pada periode April hingga Maret 2021, vaksinasi Covid-19 menyasar kepada masyarakat rentan dari aspek geospasial, sosial, dan ekonomi. Sedangkan pada tahap ketiga, vaksin diberikan untuk masyarakat dan pelaku perekonomian lainnya dengan pendekatan klaster sesuai dengan ketersediaan vaksin. 


Dari semua tahapan vaksinasi dan sasarannya itu, tidak ada sama sekali tokoh agama yang dijadikan prioritas vaksinasi. Karena itu, tak heran jika FPKB mendesak pemerintah agar menjadikan tokoh agama sebagai prioritas utama penerima vaksin, selain tenaga kesehatan dan petugas pelayanan publik.


Argumentasi tersebut sangat beralasan lantaran angka kematian di kalangan tokoh agama, selama pandemi Covid-19 sangat tinggi. Berdasarkan data Rabithah Ma’ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMI NU), terdapat 234 kiai di pesantren yang wafat sepanjang masa pandemi sejak Maret hingga akhir tahun lalu.


Fathan menyebut, tokoh agama merupakan salah satu sosok sentral dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Para tokoh agama itu tidak hanya menjadi sumber legitimasi spiritual, tetapi juga menjadi rujukan masyarakat dalam mengadukan permasalahan kehidupan.


“Di masa pandemi Covid-19 pun mereka tetap didatangi para tamu dan jamaah, meskipun secara formal ada pembatasan sosial. Di daerah-daerah masyarakat tetap berbondong-bondong ke rumah kiai, ustaz, atau pastor untuk sekadar silaturahim atau bertanya solusi berbagai persoalan hidup mereka,” katanya, dilansir dari situs resmi PKB, pada Kamis (7/1).


Menurutnya, para kiai, ustaz, dan tokoh agama lainnya kerap tidak bisa menolak kedatangan para jamaah ke kediaman mereka. Hal yang dilakukan para tokoh agama itu tetap mendengarkan, memberi nasihat, atau sekadar mengajak senda gurau. Tujuannya agar para jamaah dapat sejenak melupakan beban berat menjalani hidup.


“Belum lagi ketika para tokoh agama itu harus menghadiri undangan pengajian atau memberikan pelayanan yang memaksa mereka berada di kerumunan, meskipun memakai protokol kesehatan ketat," katanya.


Kenyataan tersebut, kata Fathan, membuat para tokoh agama sangat rentan tertular virus Covid-19. telah terbukti dengan banyaknya kiai dan tokoh agama yang positif Covid-19. Selain itu, tingkat kematian di kalangan rohaniwan juga sangat tinggi.


“Kalangan kiai dan pengasuh pesantren lingkungan NU selama satu tahun terakhir di tahun 2020 lebih dari 200 kiai yang wafat karena terjangkit virus Covid-19,” ucap Wakil Ketua Komisi XI DPR RI ini.


Ia berharap, pemerintah dapat membuat terobosan agar tidak ada lagi korban dari kalangan tokoh agama. Salah satunya dengan menjadikan para kiai, ustaz, pastor, maupun rohaniwan lain masuk sebagai klaster prioritas untuk mendapatkan imunisasi vaksin Covid-19.


“Kami sangat berharap agar para tokoh agama ini mendapatkan prioritas untuk mendapatkan vaksin Covid-19 bersama para tenaga kesehatan,” tandasnya.


Penjelasan Kemenkes soal kelompok prioritas vaksinasi


Dikutip dari situs resmi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, Jubir Vaksinasi Covid-19 Kemenkes Siti Nadia Tarmizi menjelaskan bahwa penahapan dan penetapan kelompok prioritas penerima vaksin dilakukan dengan memperhatikan peta jalan (road map) dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).


Prioritas itu diberikan kepada petugas kesehatan yang berisiko tinggi hingga sangat tinggi untuk terinfeksi dan menularkan Covid-19 dalam komunitas. Lalu kelompok dengan risiko kematian atau penyakit penyerta (komorbid). Kemudian kelompok sosial atau pekerjaan yang berisiko tinggi tertular dan menularkan infeksi karena tidak dapat melakukan jaga jarak secara efektif.


Pendataan sasaran


Kemudian pendataan sasaran penerima vaksin dilakukan melalui Sistem Informasi Satu Data Vaksinasi Covid-19. Data tersebut bersumber dari kementerian atau lembaga terkait, serta sumber lainnya meliputi nama, nomor induk kependudukan, dan alamat tempat tinggal.


Melalui sistem itu, dilakukan penyaringan data sehingga diperoleh sasaran kelompok penerima vaksin Covid-19 sesuai kriteria yang telah ditetapkan. Penentuan jumlah sasaran per kelompok penerima vaksin dilakukan melalui pertimbangan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN).


Penetapan jumlah sasaran per kelompok penerima vaksin untuk tingkat provinsi dan kabupaten/kota akan menjadi dasar dalam penentuan alokasi serta distribusi vaksin dan logistik vaksinasi dengan juga mempertimbangkan cadangan sesuai kebutuhan.


Pewarta: Aru Lego Triono

Editor: Fathoni Ahmad