Kesehatan

Bahaya Nonton Pornografi: dari Depresi hingga Disfungsi Ereksi

Kamis, 29 Agustus 2024 | 09:00 WIB

Bahaya Nonton Pornografi: dari Depresi hingga Disfungsi Ereksi

Ilustrasi nonton film di smartphone. (Foto: NU Online/Freepik)

Aktivitas menonton film dewasa atau pornografi ternyata menimbulkan bahaya yang tersembunyi. Tontonan film seperti itu bisa berdampak secara mental hingga memengaruhi fisik penontonnya. Lalu Bagaimana Islam dan kesehatan memandang dampak negatif dari aktivitas menonton film dewasa?

 

Film dewasa dijadikan oleh sekelompok orang yang telah berumah tangga untuk membuat hubungan suami istri lebih bergairah. Padahal aktivitas menonton film dewasa itu identik dengan menyaksikan konten pornografi yang dilakukan dan dibuat oleh orang lain. Dengan kata lain, meskipun yang menonton adalah pasutri, tetapi yang ditonton dalam film dewasa adalah aurat dan aktivitas seksual orang lain yang tidak selayaknya untuk dilihat.

 

Agama Islam memberikan tuntunan bahwa menjaga pandangan terhadap lawan jenis yang bukan mahram merupakan kewajiban bagi setiap muslim. Secara normal, manusia yang sudah akil balig memang memiliki nafsu syahwat terhadap lawan jenis dan Islam mengatur untuk mengendalikannya. Bagi yang sudah berumah tangga, solusinya tersedia dengan pasangan suami maupun istri, sedangkan bagi yang belum berumah tangga, salah satu solusinya adalah dengan menjaga pandangan.

 

Hubungan intim dengan lawan jenis merupakan fitrah manusia sehingga perlu dikendalikan dengan aturan agama. Sebagai contoh, dalam pernikahan normalnya hubungan suami istri berasal dari hasrat yang muncul ketika melihat pasangannya dan inilah yang dihalalkan dalam agama. Dalam kitab at-Thibbun Nabawi, Al-Hafiz Adz-Dzahabi memaparkan tentang hasrat yang sehat dalam hubungan suami istri sebagai berikut:

 

Hasrat baru boleh diperturutkan manakala telah ada keinginan yang kuat, dan juga hanya jika hasrat ini muncul bukan karena diupayakan atau adanya gagasan atau pemandangan yang erotis.” (Al-Hafizh ad-Dzahabi, Thibbun Nabawi, [Beirut, Dar Ihya-ul ‘Ulum: 1990], halaman 48)

 

Berdasarkan kutipan tersebut, hasrat untuk berhubungan suami istri mestinya muncul dengan memandang pasangannya yang sah, bukan dengan memandang aktivitas erotis orang lain. Apabila pandangan tidak dijaga seperti yang terjadi ketika menonton film dewasa, maka nafsu syahwat terhadap lawan jenis dapat menguasai akal pikiran seseorang. Kondisi seperti itu sebenarnya tidak sehat dan dapat menimbulkan masalah mental maupun fisik.

 

Al-Hafidz adz-Dzahabi menjelaskan bahwa sesungguhnya pikiran jernih seorang laki-laki bisa lenyap oleh intensitas nafsu seksualnya dan hal-hal lain yang seperti itu. Bangkitnya nafsu seksual karena melihat lawan jenis maupun aktivitas erotis yang membangkitkan syahwat pada adegan film dewasa berpotensi merusak fisik dan mental, meskipun yang menonton film tersebut adalah pasutri.

 

Pasutri yang merupakan suami dan istri penonton film dewasa akan cenderung meniru adegan dalam film tersebut yang dapat melampaui kelaziman fisik maupun akal sehat. Apabila mereka tidak mendapatkan kepuasan dari pasangannya secara nyata maka khayalannya akan berfokus pada pemeran film dewasa tersebut. Dalam kondisi inilah, akal sehat akan tertutupi dan mengikuti obsesi syahwat yang tidak terkendali lagi.

 

Kebenaran ajaran Islam agar perempuan dan laki-laki muslim menjaga pandangannya terbukti melalui dampak buruk menonton pornografi. Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa orang dewasa, baik pria maupun wanita yang sering menonton tayangan pornografi, seperti film dewasa, rentan mengalami depresi, gangguan kecemasan, dan berbagai masalah mental. (Fisher, 2020, Associations between initial exposure to Sexually Explicit Material, Mental Health and self-perceived Relationship Satisfaction, Disertasi Doktoral University of Southampton: halaman 24-32).

 

Selain itu, emosi yang tidak terkendali dan gangguan perilaku juga dialami oleh laki-laki dewasa yang menonton film dewasa seperti mudahnya terangsang secara seksual, berfantasi, dan meniru adegan dalam film yang ditontonnya. (Alexandraki dkk, 2018, Adolescent pornography use: A Systematic literature review of research trends 2000-2017, Current Psychiatric Reviews, 14(1): halaman 47-58).

 

Tidak hanya itu, gangguan fisik pada laki-laki yang sudah berumah tangga juga mengintai apabila kecanduan menonton film dewasa bermuatan pornografi. Sebuah penelitian di Amerika Serikat memaparkan kejadian nyata bahwa seseorang yang terpapar pornografi telah kehilangan minat terhadap istrinya dan mengalami ketidakmampuan mempertahankan ereksi ketika berhubungan suami istri. (Park dkk, 2016, Is Interneti Pornography Causing Sexual Dysfunctions? A Review with Clinical Reports, Behavioral Sciences, 6(17): halaman 1-25).

 

Adanya gangguan ereksi terhadap pecandu film dewasa dibuktikan juga oleh kolaborasi peneliti dari Amerika Serikat dan Kanada. Mereka menyatakan bahwa laki-laki yang bergairah seksual besar ketika menonton tayangan pornografi dari film dewasa ternyata memiliki respon ereksi yang berkurang ketika beraktivitas seksual secara nyata dengan pasangannya (Prause dan Pfaus, 2015, Viewing Sexual Stimuli Associated with Greater Sexual Responsiveness, Not Erectile Dysfunction, Sexual Medicine, 3: halaman 90-98).

 

Fakta tersebut menguatkan kebenaran ajaran Islam yang melarang perbuatan menonton hal tak layak seperti yang ada dalam adegan film dewasa. Larangan tersebut pasti akan memiliki dampak terhadap kesehatan manusia sehingga agama mengaturnya secara terperinci. Bila aurat saja dibatasi dalam Islam, apalagi tontonan yang mengeksplorasi aktivitas seksual berupa film sudah pasti dilarang untuk dinikmati.

 

Apabila dikaitkan dengan kaidah Islam, kehalalan hubungan suami istri mestinya dilakukan juga dengan cara yang halal. Apabila seorang suami atau istri berupaya memperoleh kepuasan yang halal dari apa yang ada pada pasangannya saja, maka pemenuhan kebutuhan suami istri menjadi sehat dan penuh berkah. Namun, apabila pasutri berpuas dengan sesuatu yang tidak halal seperti menonton film dewasa, maka mereka tidak akan mendapatkan kepuasan sejati.

 

Lagi-lagi penelitian membuktikan bahwa film dewasa hanyalah angan-angan yang memacu penontonnya untuk berpuas diri dengan peniruan adegan dalam film itu. Apabila setelah ditiru ternyata hasilnya berbeda dengan khayalannya, maka kepuasan tidak tercapai dan justru berdampak buruk bagi psikis pasutri. Penelitian Prause dan Pfaus di atas juga menyatakan bahwa seseorang yang mengharapkan aktivitas intim bersama pasangannya terjadi seperti yang ada di film lalu harapannya tidak terpenuhi, maka mereka akan sulit terangsang dengan pasangannya.

 

Bagi yang sudah berumah tangga, aktivitas intim suami istri menyediakan wahana suci untuk menyalurkan kebutuhan khusus secara bermartabat. Tidak perlu membangkitkan gairah pasutri dengan cara-cara yang tidak sehat seperti menonton film dewasa. Meskipun ditonton berdua oleh pasutri, film dewasa dapat menimbulkan bahaya dari sisi mental maupun fisik yang tidak disadari sehingga ketika muncul gejalanya justru akan merusak tubuh dan jiwa penontonnya serta mengganggu keharmonisan rumah tangga. Wallahu a’lam.

 

Yuhansyah Nurfauzi, Apoteker dan Peneliti Farmasi.