Nasional

3 Alasan Pesantren Sunan Derajat Jadi Tuan Rumah MQK Nasional

Selasa, 4 Juli 2023 | 11:00 WIB

3 Alasan Pesantren Sunan Derajat Jadi Tuan Rumah MQK Nasional

Direktur Pendidikan Diniyah Pondok Pesantren Prof Waryono saat menyampaikan materi dalam acara Media Gathering MQK Nasional di Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Selasa (4/7/2023). (Foto: NU Online/Syakir NF).

Jakarta, NU Online
Musabaqah Qiraatil Kutub (MQK) Tingkat Nasional Ketujuh Tahun 2023 akan diselenggarakan di Pondok Pesantren Sunan Derajat, Lamongan, Jawa Timur pada 10-18 Juli 2023.

 

Direktur Pendidikan Diniyah Pondok Pesantren Prof Waryono menyampaikan bahwa ada tiga alasan pesantren tersebut dipilih. Hal ini disampaikan saat Media Gathering MQK Nasional di Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Selasa (4/7/2023).

 

Pertama, pesantren memiliki kedekatan dengan Sunan Derajat, salah satu dari Walisongo.

 

"Pesantren ini dipilih karena berdampingan warisan pesantren yang didirikan Walisongo yaitu Sunan Drajat, menyatu dengan lingkungan maqbarah Sunan Derajat," katanya.

 

Kedua, pesantren Sunan Derajat ini juga menjadi salah satu lembaga pendidikan pesantren yang menerapkan kemandirian dalam usaha, dalam hal ini perikanan.

 

"Pesantren model yang menerapkan kemandirian bidang usaha. Berbagai macam usaha dan bisnis yang dikembangkan. Kiainya, pesantrennya sangat kaya," ujarnya.

 

Ketiga, Pondok Pesantren Sunan Derajat juga menerapkan integrasi sistem formal dan pendidikan pesantren. "Pesantren terintegrasi antara pendidikan formal dan satuan pendidikan genuine pesantren," ujarnya. 

 

Waryono menyampaikan bahwa meskipun pesantren ini mandiri dan kaya melalui usaha-usahanya, tetapi tidak meninggalkan tradisinya.

 

"Tidak meninggalkan tradisi yaitu ngaji kitab kuning," kata guru besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta itu.

 

Sebab, menurutnya, kitab kuning menjadi satu kesatuan dalam pesantren. "Ini bagian dari arkanul mahad (unsur pesantren) dalam UU Pesantren," katanya.

 

Tiga hal itulah yang melatari Pondok Pesantren Sunan Derajat dipilih Menteri Agama sebagai tempat perhelatan MQK Nasional.

 

Kitab kuning warisan asli pesantren

Sebelumnya, Direktur Jenderal Pendidikan Islam Prof Muhammad Ali Ramdhani menyampaikan bahwa pengajaran kitab kuning merupakan warisan asli dari pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam khas Indonesia.

 

“Sistem pengajaran kitab kuning adalah warisan genuine yang dimiliki oleh pesantren,” katanya melalui tayangan video yang diakses NU Online dari kanal Youtube Pendis Channel.

 

Dengan begitu, lanjutnya, tak ayal jika pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang otoritatif untuk memberikan pandangan keagamaan Islam. Pun dalam mengadvokasi perdamaian, harmoni, dan kerukunan dalam konteks kebangsaan.

 

“Sehingga tidak keliru kita katakan bahwa pesantren adalah satu-satunya lembaga pendidikan Islam yang paling otoritatif untuk berbicara atas nama Islam hari ini dalam menyampaikan pandangan keagamaan sekaligus mengadvokasi perdamaian dan kerukunan,” katanya.

 

Oleh karena itu, di tengah perkembangan zaman yang sedemikian dinamis, kitab kuning memberikan pandangan dalam membangun peradaban bangsa Indonesia dengan sentuhan rekontekstualisasi sebagai basis diktum filosofisnya.

 

“Rekontekstualisasi turats untuk peradaban dan kerukunan Indonesia merupakan salah satu diktum filosofis argumentatif yang menunjukkan kepada kita semua bahwa kitab kuning mengajarkan hal yang diperlukan untuk membangun peradaban dan kerukunan bangsa Indonesia,” katanya.

 

Hal ini, menurutnya, sebagaimana disebutkan sarjanawan Muslim, bahwa peradaban Islam merupakan refleksi dari peradaban teks yang dihasilkan para ulama. “Masyarakat pesantren mengenalnya dengan istilah al-kutub al-mu'tabarah atau kitab kuning,” kata guru besar UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Jawa Barat itu.

 

Lebih lanjut, Dhani, sapaan akrabnya, menyampaikan bahwa kitab kuning telah sejak lama berperan penting dalam menyimpan mengembangkan dan mentransmisikan pengetahuan serta nilai-nilai Islam.

 

“Karena itu sulit membayangkan akan terbentuk peradaban keislaman yang unggul tanpa kehadiran teks yang lahir dari tradisi akademik dan keilmuan Islam,” ujarnya.

 

Pewarta: Syakir NF
Editor: Aiz Luthfi