Opini

Campursari Menembus Batas

Rabu, 6 Mei 2020 | 02:00 WIB

Campursari Menembus Batas

Didi Kempot saat konser di harlah dan kejurnas Pagar Nusa (Pagarnusa.online)

Oleh Sastro Adi 
 
Di tangan seorang Didi Kempot campursari yang awalnya memiliki segment terbatas kemudian menyeruak menembus batas usia hingga berbagai latar belakang pendengarnya, bahkan di kalangan milenial kutipan syairnya menjadi hastag dan kode tersendiri.
 
Kita semua tahu campursari yang awalnya hanya menjadi kreasi pengembangan pertunjukan selingan wayang, hiburan rakyat disetiap hajatan, kemudian berkembang menjadi suguhan musik populer dan terkenal hingga ke mancanegara seperti Suriname, Belanda, negara negara Eropa lainnya, hingga Amerika. Didi Kempot adalah salah satu seniman yang berjuang secara konsisten dalam genre musik itu, itu fakta!!!!

Campursari sejatinya musik yang sukses mengkolaborasikan beberapa jenis musik seperti langgam karawitan, dangdut, keroncong, dan pop dengan perpaduan lirik yang sederhana, lugas, keseharian tetapi penuh makna yang dalam. Karena memang sejatinya dalam langgam jawa liriknya penuh dengan makna yang dalam. Didi Kempot seorang pencipta lagu produktif dan konsisten di jalurnya. 

Katarsis ala The God Father of Broken Heart
Begitulah kaum milenial kemudian menjuluki maestro Didi Kempot ini. Hampir sebagian besar tema lagunya memang bercerita tentang elegi, kesedihan, patah hati, galau, atau jika boleh dirangkum pokoknya berhubungan dengan air mata. 

Anehnya, perpaduan musik campursari yang rancak, saling mengisi layaknya keroncong, notasi lirik dan syair yang mendayu, ngelangut dengan tema kebanyakan broken heart, justru menjadi komposisi yang kuat, seolah menjadi momentum pendengar untuk katarsis (pelepasan energi untuk mengurangi tekanan psikologis). Jika bukan seorang jenius, sangat sulit menggabungkan dua hal yang berbeda kutub, antara rancaknya campur sari yang menggoda kita untuk bergoyang, dengan tema broken heart yang ngelangut.

Kata Merangkum Rasa
Betapa jenius dan berpengaruhnya seorang Didi Kempot. Satu kata dalam lagunya bisa merangkum berjuta perasaan bagi pendengarnya, singkatnya adalah mewakili perasaan pendengar. Ambyar di tangan Didi Kempot kemudian memiliki pemaknaan lebih variatif, luas dan lebih dalam. Ini sungguh luar biasa. 

Ambyar, cidro, suket teki, cendol dawet dan seterusnya, hanya sebuah kata di lagunya, tapi mampu menggerakkan pengagumnya berbaur satu sama lain. Kemudian membentuk komunitas seperti Sobat Ambyar, Sedulur Cidro, Sadboy, Sadgirl dan masih banyak yang lainnya.
 
Silakan analisa dengan teori sosial. Yang jelas, dari sebuah lagu bisa menggerakkan manusia menjadi komunitas dan membentuk entitas unik. Didi Kempot bukan sekadar penyanyi saja, tetapi menurut saya seorang fasilitator yang memantik kesadaran bersama, saling menginspirasi satu sama lain.

Pejuang Musik Indonesia
Percakapan saat di TMII dalam acara penutupan Kejurnas Pagar Nusa ketiga, jelas menunjukkan bahwa begitu besarnya keinginan seorang pelaku seni seperti Didi Kempot untuk memperjuangkan hukum dan hak apresiasi terhadap karya seni baik dari sisi perlindungan terhadap karya cipta dan nilai ekonomis sebuah produk karya cipta.
 
Memang problem royalti dari dulu sampai saat ini terus menjadi pembahasan yang tidak kunjung habis, tetapi pencipta 800 lebih karya lagu ini sangat mengharapkan pemerintah hadir dan  mengawal  hak cipta baik dari sisi apresiasi, perlindungan karya hingga nilai ekonomis (royalti) dalam sebuah karya menjadi salah satu yang ia perjuangkan saat ini

Maestro telah berpulang. Kau sudah tutup usia, tapi karyamu terpatri di segala usia, boleh jadi kau meninggalkan kami, tetapi karyamu tetap dihati kami, sejarah akan mencatat bahwa seorang seniman besar indonesia karyanya dinikmati dunia, boleh jadi kita patah hati sejadi jadinya, tetapi bernyanyi jadi obatnya. Karya Didi Kempot tetap abadi meski empunya sudah kembali.

Penulis adalah pengurus Lesbumi PBNU