Nasional

Hari Anak Nasional, Tingkatkan Perlindungan Anak di Ranah Daring

Selasa, 23 Juli 2024 | 20:00 WIB

Hari Anak Nasional, Tingkatkan Perlindungan Anak di Ranah Daring

Ilustrasi anak dan gadget. (Foto: Freepik)

Jakarta, NU Online

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Klaster Pemenuhan Hak Pendidikan, Waktu Luang, dan Budaya, Aris Adi Leksono mendorong momentum Hari Anak digunakan untuk mengawasi anak-anak dari menjadi korban kejahatan daring (cyber crime).


Hingga Juli 2024, kasus anak menjadi korban cyber crime semakin meningkat. Anak-anak menjadi korban berbagai jenis kejahatan daring mulai dari kekerasan seksual, pornografi, eksploitasi, bullying, hingga judi online.


"Data pelanggaran terhadap perlindungan anak menunjukkan bahwa lingkungan tumbuh kembang anak sedang tidak baik-baik saja, yang menciptakan situasi darurat kekerasan terhadap anak," kata Aris kepada NU Online, Selasa (23/7/2024).


Hal ini terbukti dari kurang maksimalnya hak anak mendapatkan pengasuhan positif dari keluarga, serta hak mendapatkan pengasuhan alternatif dari satuan pendidikan. Selain itu, sarana bermain dan kegiatan budaya anak kurang terfasilitasi, serta konten digital yang tidak ramah anak.


"Akibatnya, kesehatan mental anak terancam, kemampuan anak untuk melakukan self-protection dan self-defense terhadap ancaman kekerasan atau pengaruh lingkungan negatif juga lemah. Akhirnya, anak rawan menjadi korban kekerasan, bahkan pelaku kekerasan, baik kepada orang lain maupun kepada dirinya sendiri," jelasnya.


Berangkat dari data dan situasi kerentanan anak pada lingkungan pengasuhan dan ranah daring, pada momen peringatan Hari Anak Nasional 2024, KPAI mengajak semua pihak untuk bergerak serentak mewujudkan pengasuhan positif, serta melindungi anak di ranah daring dari konten kekerasan, pornografi, gim berisi kekerasan, judi online, dan konten negatif lainnya.


Menurut Aris, salah satu bentuk pengasuhan positif adalah orang tua secara aktif partisipatif memberikan perhatian, melakukan deteksi dini terhadap situasi mental anak, memberikan teladan kebaikan, mengontrol lingkungan pergaulan dan aktivitas digital anak, agar tidak terpapar perilaku negatif.


"Semua upaya tersebut dilakukan dengan memperhatikan prinsip kepentingan terbaik bagi anak dan partisipasi anak. Selain itu, orang tua sendiri harus mendapatkan edukasi dan penguatan literasi perlindungan anak, khususnya di ranah daring," jelas Aris.


Aris menuturkan, untuk mendukung pemberian pengasuhan positif oleh orang tua, pemerintah juga wajib hadir mendorong institusi pendidikan menjalankan tanggung jawab pengasuhan alternatif dan kewajiban melindungi anak.


Satuan pendidikan juga didorong melakukan edukasi, sosialisasi, serta penguatan literasi perlindungan anak. Bekerja sama dalam lingkungan tri pusat pendidikan untuk melindungi anak dari segala bentuk kekerasan, khususnya cyber crime.


"Pemerintah harus tegas menutup situs atau aplikasi gim yang bermuatan kekerasan terhadap anak, situs pornografi, judi online, serta segala bentuk cyber crime lainnya. Hal itu dilakukan untuk menciptakan ranah daring yang ramah anak, menghindarkan anak dari keterpaparan dan adiksi konten negatif yang mengancam kesehatan mental anak," jelasnya.


"Dengan semangat gotong royong, bergerak serentak melindungi anak Indonesia oleh semua pihak; dari pemerintah pusat, daerah, aparat penegak hukum, perguruan tinggi, lembaga masyarakat, hingga forum anak itu sendiri. Sehingga Indonesia emas yang dicita-citakan akan betul-betul dapat terwujud," pungkasnya.