Nasional

Sikap PBNU soal Kebijakan Larangan Takbir Keliling Idul Fitri

Rabu, 21 April 2021 | 07:00 WIB

Sikap PBNU soal Kebijakan Larangan Takbir Keliling Idul Fitri

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) H Robikin Emhas. (Foto: dok. istimewa)

Jakarta, NU Online

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) H Robikin Emhas menyikapi kebijakan pemerintah soal larangan takbir keliling idul fitri tahun ini. Robikin menegaskan bahwa kegiatan yang dapat menyebabkan kerumunan massa sebaiknya dihindari selama angka penyebaran Covid-19 masih belum terkendali.


"Pada prinsipnya, selama angka penyebaran Covid-19 belum terkendali dan program vaksinasi belum selesai, maka kebijakan pembatasan pergerakan orang masih perlu dilakukan," ujar Robikin Emhas, Rabu (21/4).


Menurut dia, takbir keliling dan berbagai kegiatan yang berpotensi tak mungkin menghindarkan kerumunan sebaiknya dihindari.


"Namun hal itu tak boleh memadamkan nyala syiar keagamaan," jelasnya.


Dengan tetap mematuhi protokol kesehatan, imbuh Robikin, kita bisa menggemakan takbir dari rumah, surau, mushala, masjid dan berbagai tempat ibadah lainnya.


"Sekali lagi syaratnya mematuhi protokol kesehatan," tegasnya.


Selain itu, lanjutnya, masyarakat muslim dapat memanfaatkan sosial media dengan berbagai konten positif dan kreatif dalam merayakan idul fitri.


Sebelumnya, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menyebut bahwa takbir keliling pada malam Idul Fitri tidak diperkenankan di tahun ini.


Hal itu mengingat penularan Covid-19 masih terjadi di masyarakat. "Kami juga memberikan pembatasan terhadap kegiatan takbir ini, takbir keliling tidak kita perkenankan," kata Yaqut usai rapat kabinet terbatas di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (19/4) kemarin.


Menurut Yaqut, pelarangan takbir keliling bukan tanpa alasan. Kegiatan tersebut dinilai berpotensi menimbulkan kerumunan sehingga berpeluang menularkan virus corona. Kendati demikian, pemerintah mempersilakan masyarakat menggelar takbir di masjid atau mushala.


Namun, takbir yang digelar di masjid atau mushala pun harus tetap disesuaikan dengan protokol kesehatan. "Itu pun tetap dengan pembatasan 50 persen dari kapasitas masjid atau mushala," ujarnya.


Pewarta: Fathoni Ahmad
​​​​​​​Editor: Kendi Setiawan