Nasional

Inayah Wahid Ungkap Amalan Mbah Maimoen agar Raih Haji Mabrur

Rabu, 7 Agustus 2019 | 02:30 WIB

Inayah Wahid Ungkap Amalan Mbah Maimoen agar Raih Haji Mabrur

Inayah Wahid (ist)

Jakarta, NU Online
Adalah keberkahan yang luar biasa dapat menunaikan rukun Islam kelima bersama ulama kharismatik KH Maimoen Zubair. Hal itu yang dirasakan oleh Inayah Wulandari Abdurrahman Wahid.

“Beberapa tahun yang lalu saya mendapat barokah besar bisa ikut pergi haji satu rombongan dengan Mbah Maimoen,” tulis Inayah di akun Instagramnya pada Selasa (6/8).

Di antara hal yang paling berkesan di benaknya adalah kebersamaannya di tanah suci itu. Terlebih saat wukuf, ia ingat betul kakaknya meminta amalan agar hajinya mabrur. Saat itu, putri bungsu Gus Dur itu yakin bahwa Pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar, Sarang, Rembang, Jawa Tengah itu akan mengijazahkan wirid atau shalat sunnah atau amalan serupa dengan keduanya.

“Saat wukuf di Arafah, salah satu hal yang selalu membekas buat saya adalah ketika kakak saya bertanya pada Mbah Moen amalan ibadah apa yang harus kami lakukan selama menunaikan ibadah haji supaya hajinya mabrur. Saat itu saya sangat yakin Mbah Moen akan memberikan wirid atau bacaan yang harus dirapal ratusan kali, atau shalat sunah yang harus dilakukan berkali-kali, atau amalan-amalan sejenis,” katanya.

Namun, keyakinannya itu terbantahkan. Mbah Moen tidak memberikan ijazah wirid yang harus dibaca ratusan kali atau shalat sekian rakaat. Tidak. Tidak ada satu wirid pun yang ia ijazahkan. Akan tetapi, setelah tersenyum, ulama kelahiran 28 Oktober 1928 itu menjawab bahwa amalan apapun yang paling penting dilakukan dengan penuh keriangan.

“Amalan apapun tidak masalah, yang penting dikerjakan dengan hati senang, karena amalan sebaik apapun kalau tidak dikerjakan dengan senang hati maka akan sia-sia,” kata Inay menulis ucapan Mbah Moen.

Menurutnya, hal tersebut begitu sederhana, tetapi menjadi cambuk baginya yang merasa kerap  kali ibadahnya masih diliputi kesal, keterpaksaan, dan amarah yang bergejolak.

“Nasihat yang sangat sederhana, tapi jadi tamparan keras buat saya, teringat kadang saya masih beribadah dengan hati kesal, terpaksa, ataupun masih membawa amarah. Padahal bukankah tujuan ibadah untuk membawa kita ketenangan dan kedamaian bagi kita?” katanya.

Inayah tentu saja merasa berat dengan kepulangan Mbah Moen ke haribaan Ilahi. Ketenangannya, keilmuannya, dan kebijaksanaanya adalah tiga faktor kunci yang memberatkannya. “Ketenangan, ilmu yang tinggi, dan kebijaksanaan yang dalam inilah yang membuat terasa berat kehilangan Mbah Moen,” catatnya.

Meskipun demikian, ia pasrah dan bahagia mengingat ulama yang dekat dengan ayahnya itu sudah berada di sisi-Nya melalui jalan yang diinginkannya, wafat di hari Selasa di kota suci, Makkah.

“Tapi seberat apapun, ikhlas dan bahagia karena Mbah Moen sekarang sudah bisa tenang berpulang pada Sang Pemilik, tepat di hari Selasa seperti kehendaknya, adalah jalan yang saya rasa paling diinginkan Mbah Moen,” pungkasnya. (Syakir NF/Fathoni)