Nasional

Pernyataan Lengkap Ketua Umum PBNU soal 5 Nahdliyin ke Israel

Jumat, 19 Juli 2024 | 08:30 WIB

Pernyataan Lengkap Ketua Umum PBNU soal 5 Nahdliyin ke Israel

Konferensi pers PBNU, Selasa (16/7/2024) di kantor PBNU Jakarta, menyikapi 5 nahdliyin ke Israel. (Foto: NU Online/Suwitno)

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menggelar konferensi pers di Gedung PBNU, Jakarta, pada Selasa, 16 Juli 2024, untuk menyikapi lima orang Nahdliyin yang bertemu Presiden Isreal Isaac Herzog.


Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya yang ditemani Sekjen PBNU H Saifullah Yusuf, Rektor Unusia Juri Ardintoro, Ketua PWNU Jakarta KH Samsul Ma’arif, dan Ketua Umum Pagar Nusa M. Nabil Haroen memberi pernyataan dan menjawab beberapa pertanyaan wartawan.


Berikut transkrip lengkap pemaparan Gus Yahya dalam konferensi pers tersebut.


***


Asalāmualaikum warahmatullāhi wabarakātuh.


Saya sengaja mengajak beberapa pimpinan dan penanggung jawab kelembagaan yang relevan untuk bertemu dengan teman-teman wartawan siang ini. Tadi sudah diperkenalkan. Yang paling kanan Ketua Tanfidziyah PWNU DKI, Pak Samsul Maarif. Kemudian Rektor Unusia, Pak Juri Ardiantoro. Sahabat Nabil Haroen Ketua Umum Pagar Nusa, dan Bendahara Umum Fatayat, Mbak Wilda Tusururoh.


Pertama, sepatutnya saya mohon maaf kepada masyarakat luas, seluruhnya, bahwa ada beberapa orang dari kalangan Nahdlatul Ulama yang tempo hari pergi ke Israel, melakukan engagement di sana. Kami mengerti dan sangat memaklumi, dan kami merasakan hal yang sama bahwa hal ini adalah sesuatu yang tidak patut di dalam konteks suasana yang ada saat ini.


Kami sudah mendapatkan konfirmasi dari lembaga-lembaga terkait di bawah PBNU ini, bahwa lembaga-lembaga ini, yang personelnya ada yang berangkat ke Israel itu, sama sekali tidak tahu menahu, tidak ada mandat kelembagaan, tidak ada pembicaraan kelembagaan. Sehingga yang dilakukan oleh anak-anak yang berangkat ke Israel tempo hari itu adalah tanggung jawab mereka pribadi dan tidak terkait dengan lembaga.


Perlu saya sampaikan di sini bahwa, pertama, kebijakan PBNU mengenai engagement, hubungan kerja sama dan lain sebagainya, adalah bahwa hubungan kerja sama kelembagaan, baik di lingkup domestik pada level nasional ataupun lebih-lebih lagi engagement internasional, harus melalui PBNU. Dan ini sebetulnya ketetapan yang sudah lama sekali dibuat, sejak periode yang lalu. Semua engagement internasional, lebih-lebih, harus melalui PBNU. Bahkan, kalau ada pengurus di daerah, misalnya, hendak mengundang pejabat di tingkat nasional, juga harus melalui PBNU. Maka semua engagement yang tidak melalui prosedur tersebut, ini bukan engagement kelembagaan, dan organisasi tidak akan mengambil tanggung jawab di dalam engagement tersebut.


Kebijakan PBNU mengenai isu Israel dan Palestina ini sudah jelas, bahwa, pertama, NU secara kelembagaan, terutama, dan ini juga kami serukan kepada seluruh kader, terutama, dan juga warga NU, bahwa kita tidak akan melakukan engagement, tidak melakukan hubungan apa pun, dengan pihak mana pun, terkait Israel dan Palestina ini, kecuali untuk tujuan-tujuan membantu rakyat Palestina, tidak boleh ada tujuan lain. Tidak boleh, misalnya, ada tujuan pengembangan beasiswa, misalnya, tidak. Tidak ada tujuan untuk pengembangan kegiatan ini dan itu, tidak ada. Satu-satunya yang diperbolehkan adalah yang bertujuan untuk membantu rakyat Palestina. Itu satu-satunya yang diperbolehkan. Dan ini harus dinyatakan secara eksplisit kepada semua pihak yang melakukan engagement.


Dalam suasana yang ada saat ini, situasi yang ada saat ini – saya kira sebelumnya kita sudah menyatakan dengan tegas - bahwa kita menuntut dihentikannya segera kekerasan, gencatan senjata, dan upaya-upaya kita terus lakukan.


Saya bisa tambahkan tentang prinsip membantu rakyat Palestina itu tadi, bahwa harus ada perhitungan dan perencanaan strategis yang jelas dan nyata, dengan siapa melakukan engagement, hasilnya apa, ini semuanya harus jelas. Jadi tidak asal jalan tanpa terlebih dahulu merencanakan capaian-capaian yang ditargetkan.


Maka termasuk juga menanggapi keadaan saat ini, tuntutan kita untuk dihentikannya kekerasan. Kita juga melakukan langkah-langkah yang nyata dan strategis dan memang sungguh-sungguh kita rancang untuk mengarah pada kemajuan, upaya mencari jalan keluar dari masalah yang ada.


Sekarang, misalnya, dalam waktu dekat, kami sudah melayangkan surat, PBNU mengundang salah seorang pejabat dari Pemerintah Palestina untuk datang ke Indonesia. PBNU akan memfasilitasi – sebagai tuan rumah – untuk melakukan engagement di Indonesia ini dengan berbagai pihak untuk bersama-sama menggalang upaya bersama dalam membantu, sekali lagi, membantu rakyat Palestina menuju jalan keluar dari masalah yang mereka hadapi saat ini.


Ada satu hal yang perlu saya tambahkan juga, bahwa baru saja kami menerima informasi, bahwa ada satu lembaga atau organisasi yang bernama Pusat Studi Warisan Ibrahim untuk Perdamaian yang membuat website rahim.or.id. Di dalam website-nya ini dia mencantumkan bahwa seolah-olah bagian dari jaringan organisasi ini adalah LBMNU, bahkan mencantumkan logo LBMNU di dalam website-nya. Saya sudah melakukan klarifikasi kepada LBMNU di PBNU. Ini ketuanya ada di sini, Pak Mahbub Maafi. Ternyata tidak ada dengan LBM PBNU. Tidak ada. Dan setelah dirunut, ternyata ini dari LBM PWNU DKI. Maka tadi juga saya sudah minta kepada Ketua Tanfidziyah DKI, Saudara Samsul Maarif, untuk melakukan klarifikasi: ini maksudnya apa? Dan kami minta kepada lembaga atau organisasi yang bersangkutan untuk men-take down ini, karena kita tidak menginginkan ada klaim yang tidak diketahui oleh PBNU.


Saya kira ini, sekali lagi, satu contoh bagaimana kegiatan-kegiatan dari lobi Israel di berbagai tempat di seluruh dunia ini terkadang tidak sensitif terhadap konteks realitas setempat. Sehingga bukan hanya inisiatif, yang dilakukan itu tidak membantu apa-apa terhadap Israel. Memangnya dengan berangkatnya lima orang ini citra Israel jadi lebih baik di Indonesia? Kan tidak juga. Malah sebaliknya, justru orang-orang yang dibawa itu mengalami kerugian karena kredibilitas mereka kemudian menjadi tercederai karena itu.


Maka saya sendiri sudah sejak lama, melalui jaringan komunikasi yang saya miliki secara internasional, sudah menyampaikan ke berbagai pihak supaya hendaknya kepentingan-kepentingan yang ingin melibatkan, khususnya, eksponen-eksponen Nahdlatul Ulama, berhubungan secara kelembagaan dengan otoritas yang resmi, dan harus dengan pertimbangan-pertimbangan yang matang, dan juga mempertimbangkan sensitivitas-sensitivitas yang ada di seputar inisiatif yang dilakukan. Ini saya kira penting untuk diperhatikan.


Kita tahu bahwa di Indonesia ini juga ada beberapa organisasi, lembaga, yang beroperasi sebagai lobbyist Israel dan advokat Israel, melakukan advokasi untuk Israel. Kita tahu. Mau bagaimana lagi, mereka punya kepentingan, silakan saja. Tapi saya minta dalam hal ini engagement dengan berbagai pihak, khususnya yang berada di bawah wewenang saya adalah Nahdlatul Ulama, saya minta untuk melakukan engagement resmi secara kelembagaan dengan mempertimbangkan sensitivitas-sensitivitas yang ada.


Saya kira demikian. Terima kasih.


Wassalāmualaikum warahmatullāhi wabarakātuh.


Sesi tanya jawab dengan wartawan

Mungkin untuk menjelaskan duduk perkara yang kemarin, Pak, apakah lima orang pemuda Nahdliyin itu sudah dipanggil, dan mereka itu siapa saja, Pak, tergabung dalam Banom atau apa, gitu, Pak. Dan kemudian dia itu diundang atau seperti apa, Pak, dalam rangka apa sih dia bertemu dengan Presiden Israel itu, dan apakah ada sanksi yang dijatuhkan oleh PBNU terkait pertemuan kemarin? Terima kasih, Pak.


Terima kasih. Iya, itu ada lima orang. Ada satu dosen Unusia, ada satu dari Pagar Nusa, ada dua orang dari Fatayat, ada satu dari PWNU Jakarta. Menurut keterangan yang kami himpun, mereka memang dikonsolidasi. Jadi ada yang mendekati mereka satu persatu untuk diajak berangkat. Dan memang mereka di sana programnya adalah sekadar pertemuan-pertemuan interfaith dialog semacam itu di sana, dengan berbagai pihak. Katanya tanpa agenda pertemuan dengan Presiden Israel sebelumnya, dan itu mendadak diadakan di sana.


Saya kira ini karena masalah ketidaktahuan teman-teman ini tentang konstelasi peta dan lain sebagainya. Mungkin karena ‘belum cukup umur’ atau bagaimana, sehingga hasilnya tidak seperti yang di harapkan. Ini sebetulnya akibat dari tidak sensitifnya pihak-pihak yang mencoba melakukan approach. Dan ini banyak sekali, akan banyak sekali yang akan berupaya untuk menyeret NU ke berbagai agenda politik internasional. Itu akan banyak sekali. Dan ini sudah kita perhitungkan sejak awal. Maka kita menyusun satu set aturan yang bisa mencegah ini. Maka kepada semua kader dan warga juga kita minta untuk berhati-hati dalam soal ini. Saya kira itu.


Soal sanksi nanti kita serahkan ini, misalnya, jelas dari PWNU Jakarta akan melakukan proses, termasuk dalam soal tadi itu, keterlibatan LBMNU Jakarta tadi, akan diproses dan akan diberi sanksi. Aturan kita sudah cukup jelas dan rinci mengenai kesalahan dan sanksi ini. Kalau bisa dikatakan bahwa mereka, tahu tidak tahu, mereka telah melanggar satu aturan bahwa semua engagement internasional harus melalui PBNU, dan mereka tidak melakukan itu. Ini nanti akan diproses, termasuk Unusia ini sudah menjadwalkan, bahkan sidang etik, sidang komite etik untuk itu. Juga Pagar Nusa dan Fatayat NU. 

 

Tapi ‘ala kulli hal, apa pun yang terjadi, saya sebagai Ketua Umum PBNU, saya mohon maaf atas kesalahan yang dibuat oleh teman-teman NU ini dan saya juga memohonkan maaf untuk mereka kepada masyarakat luas. Mudah-mudahan bersedia memaafkan, dan mudah-mudahan tidak terulang kembali.


Pak, saya Amahl Azwar, freelance buat BBC Indonesia, Pak. Pertama, yang mau saya tanyakan, sebenarnya kan dari sisi ada video yang beredar, ada video juga yang dari salah satu dari mereka ini, dan di sana mereka menyebut kalau mereka adalah bagian dari aliansi dan memang menyebutkan nama NU. Yang saya ingin tanyakan, Pak, ini kan sebetulnya bukan pertama kalinya kan, Pak, tokoh besar NU bertemu dengan pihak sana. Dan bahkan di pidato orang itu dia juga menyebutkan ini itu, salah satunya dulu Pak Gus Dur ketemu Simon Peres, misalnya. Yang saya ingin tanyakan, kenapa ini begitu dibesar-besarkan, Pak? Apakah mungkin ada semacam pengalihan isu, mungkin, karena saat ini NU, (menghadapi isu) tambang, mungkin. Itu sih, Pak, yang mau saya tanyakan, Pak. Makasih.


Pertama, kalau dari segi status memang kurang lebih sama, dari segi status kurang lebih sama. Saya juga ke Israel atas nama pribadi, dan saya mempertanggungjawabkannya secara pribadi. Dan kalau saya, waktu saya ke sana, saya tidak pernah menyebut-nyebut NU, tidak pernah, kecuali Gus Dur, yang saya katakan sebagai guru saya dan inspirator saya. Tapi segala sesuatunya saya pertanggungjawabkan secara pribadi.


Memang ada perbedaan-perbedaan. Misalnya bahwa, pertama, Gus Dur sebelum melakukan engagement ke Israel, beliau melakukan konsolidasi terlebih dahulu. Beliau datang kepada kiai-kiai untuk berbicara dengan kiai-kiai mengenai masalah ini, dan upaya peluang yang bisa dilakukan dan sebagainya, sehingga kemudian kiai-kiai itu merestui keberangkatan beliau. Sesudah beliau kembali, beliau juga kembali bicara kepada kiai-kiai. Ini yang mungkin jarang diketahui oleh oleh masyarakat luar. Sampai-sampai pada waktu itu, ketika ribut sedemikian rupa, misalnya, Bang Fachry Ali, waktu itu, saya ingat betul, menulis di Panji Masyarakat, menjelang Muktamar ke-28 di Jogja tahun 1989. Beliau menulis bahwa “Gus Dur sudah habis,” karena di masyarakat ributnya seolah-olah Gus Dur ini memang habis. Padahal Gus Dur itu sudah selesai dengan kiai-kiai. Kiai-kiai semuanya sudah mengerti, sudah memahami.


Saya juga begitu. Saya sudah sampaikan juga waktu itu, bahwa sebelum berangkat saya kesana kemari. Bahkan saya waktu itu memberi syarat kepada yang mengundang: mereka harus ada yang mau saya ajak untuk ketemu kiai saya, dan saya ajak salah seorang tokoh Yahudi untuk bertemu dengan Kiai Maimoen Zubair, dialog lama sekali sampai empat jam, dengan Kiai Mustofa Bisri, dan lain-lain. Saya juga, sebelumnya, saya temui Kiai Ma’ruf Amin Rais Aam, Kiai Said Aqil Siroj Ketua Umum PBNU waktu itu. Saya sampaikan dan saya katakan: saya akan berjalan atas nama pribadi. Jadi nanti kalau ditanya bagaimana, jangan diakui saja, pokoknya saya pribadi ini, saya bilang. Dan kemudian, pulang, juga saya lapor kepada semuanya, sambil kepada publik saya pertanggungjawabkan secara pribadi.


Mungkin perbedaan yang lain adalah adalah soal strategic manuvering. Soal manuver strategis yang dilakukan. Gus Dur kan datang ke sana tidak asal datang untuk sekadar acara ketemuan dengan orang ini orang itu, tapi ada engagement strategis. Sehingga, misalnya, kenapa Simon Peres, kenapa bukan yang lain, kenapa bukan Ytzhak Shamir, misalnya, dan lain sebagainya. Ini soal strategic engagement. Karena Gus Dur tahu betul di sana itu isinya apa saja dan harus engage dengan yang mana, kan tahu betul Gus Dur.


Dan ini yang sebetulnya saya contoh. Saya juga seperti itu. Saya bahkan melakukan konsolidasi lebih luas sampai ke Amerika dan Eropa, sehingga engagement saya waktu di sana ini betul-betul bukan hanya sekadar hadir untuk acara ini itu, tetapi betul-betul engagement strategis dengan jaringan global yang signifikan. Maka tidak bisa asal-asalan, tidak bisa asal-asalan.


Nah, dari ini, saya katakan kepada teman-teman dari pimpinan lembaga ini, sampaikan kepada teman-teman yang berangkat (ke Israel): ini urusan pribadi mereka, silakan pertanggungjawabkan secara pribadi di hadapan publik, seperti Gus Dur dulu juga mempertanggungjawabkan secara pribadi, walaupun beliau Ketua Umum, saya sendiri juga mempertanggungjawabkan secara pribadi, karena lembaga, organisasi, tidak terlibat dalam inisiatif ini. Walaupun, lagi, saya sebagai Ketua Umum mohon maaf, karena apa pun juga, ini anak-anak NU, ini anak-anak NU. Saya sebetulnya juga kasihan, saya juga salah-salahin: kok tidak nanya dulu, tidak ngomong dulu.


Assalamualaikum, Gus. Izin, saya Zamachsyari, Gus, dari Kumparan. Mau bertanya beberapa hal, Gus. Ini, pertama, yang mengajak mereka berangkat ini siapa ini, Gus, ini kan sampai sekarang belum ada jawabannya, Gus, yang mengajak mereka. Kemudian ini, mereka berangkat, apakah memang langsung terbang dari Indo, kemudian visanya dan segala macam, hal-hal teknis lah, Gus. Ini yang pertama Gus. Yang kedua, Gus, tadi kalau njenengan bilang ini pribadi, dan mereka mungkin tidak paham dengan geopolitik internasional. Kalau saya pribadi mungkin tidak meragukan intelektual mereka ya Gus ya. Mereka kan ada yang berangkat dosen Unusia, kemudian Fatayat dan segala macam. Ini apakah ada misi-misi tertentu, Gus, yang dibawa oleh Israel? Tadi kan panjenengan juga sempat menyinggung, yang nantinya apakah ini mereka kemudian menjadi misionaris, bahasanya misionaris, kemudian menyebarkan termasuk memberikan pemahaman-pemahaman itu kepada kader-kader NU? Apalagi ini kan dosen, Gus, ada dosen Unusia. Kemudian ada pengurus-pengurus PWNU. Nah, ini apakah nantinya ada dugaan ke arah sana? Kemudian bagaimana, Gus, PBNU mencegah agar tidak terjadi lagi hal demikian? Terima kasih, Gus.


Pertama, yang mengajak, ini saya dari informasi setelah saya tanya, ini memang dari satu channel NGO yang merupakan advokat dari Israel. Jadi memang ada, di mana-mana di dunia ini ada NGO-NGO yang memang beroperasi sebagai advokat Israel. Jadi yang citra Israel melakukan lobi untuk kepentingan Israel dan lain sebagainya. Ini yang mengajak mereka, dan mengonsolidasikan mereka. Memang canggih sekali biasanya, caranya. Tapi, sekali lagi, seperti saya ingatkan tadi, ini salah satu, ini sudah sering kali ini, begini ini, baik di Indonesia, di belahan dunia yang lain, di Irak dan sebagainya, mereka melakukan hal-hal begini yang karena tidak sensitif, kemudian justru menimbulkan masalah. Mungkin saja mereka tadinya dari entitas-entitas lobbyist Israel, berharap anak-anak ini bisa membantu Israel untuk menyebarkan apalah, gitu ya, artikulasi-artikulasi yang sesuai dengan kepentingan Israel. Tapi kenyataannya: memangnya sekarang bisa mereka? Mereka sudah tidak mungkin lagi melakukan itu, sudah. Bahkan lembaga saja yang tidak tahu apa-apa terseret-seret. Kenapa? Ya karena salah urus. Jadi ini karena salah urus. Tidak benar caranya.


Soal berangkatnya bagaimana, soal ini kan cuma karena masuk berita saja, teman-teman nanya ini. Sebetulnya teman-teman kan tahu, selama ini yang tidak masuk berita itu juga sering orang keluar masuk ke sana dengan seenaknya, dengan cara apa pun yang mungkin. Jadi soal visa dan lain-lain itu saya kira itu sudah biasa. Jelas bahwa visanya tidak didapat dari Indonesia karena tidak ada perwakilan Israel di sini. Tapi itu bisa saja diatur, itu soal teknis yang sebetulnya sudah biasa dilakukan selama ini oleh siapa pun yang melakukan perjalanan ke Israel.


Saya Syifa dari Tvonenews.com. Izin bertanya. Tadi kan disinggung terkait dialog-dialog. Saya ingin menegaskan kembali, sebenarnya apa sih isi dialog pertemuan tersebut, secara khusus, bukan secara umum? Dan kemudian apakah dari pertemuan tersebut menghasilkan perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh keduanya, antara Presiden dengan pihak NU atau seperti apa? Terima kasih.


Secara substansial tidak ada yang strategis. Itu sebabnya saya bilang bahwa ini adalah inisiatif yang saya katakan gagal, karena tidak ada hasilnya apa-apa. Apalagi perjanjian ini itu. Dialog yang dilakukan juga tidak ada yang substansial untuk membantu rakyat Palestina. Itu tidak ada. Itu masalahnya. Karena apa? Yang di-engage juga mereka tidak tahu, ini mana yang bisa produktif, untuk membantu rakyat Palestina yang mana, yang tidak yang mana, tidak tahu.


Sementara kalau kita punya pengetahuan yang cukup, punya pertimbangan yang cukup, punya kalkulasi strategis yang cukup, kita bisa melakukan engagement yang sungguh-sungguh membuat real achievement, membuat kemajuan yang nyata.


Misalnya kemarin waktu kita bikin Forum R20 di Bali, bersamaan dengan G20, ini PBNU mengundang tokoh-tokoh Yahudi juga, rabi-rabi Yahudi. Itu ada tiga orang yang kita minta untuk menjadi pembicara. Ada Rabbi Alan Brill dan Rabbi Arthur Green dari Amerika Serikat, dan juga Rabbi Silvina Chemen dari Argentina.


Kenapa mereka kita undang? Mereka ini adalah tokoh-tokoh dari gerakan yang menyebut dirinya sebagai Gerakan Masorti di lingkungan Yahudi, yang menyerukan rekontekstualisasi ajaran-ajaran Yahudi yang selama ini menghalangi perdamaian. Seperti misalnya ajaran yang menyatakan bahwa martabat non-Yahudi tidak setara dengan Yahudi. Misalnya itu. Kan ada ajaran seperti itu dalam agama Yahudi. Dan Gerakan Masorti yang aktivisnya adalah tiga orang Rabbi itu menyerukan untuk merekontekstualisasi, bahkan me-relinquish, mencabut norma itu, digantikan dengan norma yang lebih mendorong perdamaian. Dan mereka bicara tentang itu di dalam Forum R20 dan memberikan dokumen lengkap tentang elaborasi mereka tentang masalah-masalah itu. Ini strategis sekali.


Kenapa? Bahkan di masyarakat Barat pada umumnya, ini adalah hal yang sama sekali tidak diketahui. Jadi, orang-orang Kristen, misalnya, di Amerika tidak tahu bahwa mereka itu martabatnya lebih rendah dari Yahudi. Itu tidak tahu mereka itu. Nah, ini justru ada gerakan di dalam agamawan Yahudi sendiri yang menyerukan perubahan norma ini, supaya orang Yahudi bisa hidup setara, lebih harmonis dengan mereka yang non-Yahudi. Ini namanya strategic engagement.


Dan hasilnya jelas, ini kemudian kita kompilasi menjadi buku, kita terbitkan, dan mendapatkan sambutan yang luas, yang luar biasa. Kita terbitkan bersama UGM Press, dan mendapatkan sambutan. Namanya strategic engagement. Memang kita rencanakan dengan kalkulasi yang matang, kita engage dengan siapa, soal apa, hasilnya apa, itu semuanya jelas.


Ini yang kita minta diperhatikan oleh khususnya para kader dan warga NU dalam soal ini. Dan oleh karena itu juga, PBNU, Nahdlatul Ulama secara organisatoris juga telah menerapkan aturan bahwa semuanya harus melalui PBNU. Semua International engagement harus melalui PBNU. Demikian. Terima kasih.


Ahmad Naufa, Wartawan NU Online