Nasional

Pernyataan Lengkap Gus Yahya di Surabaya soal Hubungan NU dan PKB

Senin, 19 Agustus 2024 | 08:00 WIB

Pernyataan Lengkap Gus Yahya di Surabaya soal Hubungan NU dan PKB

Gus Yahya (depan, tengah) bersama kiai lain di kediaman Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar di Surabaya, Selasa (13/8/2024). (Foto: dok. LTN PBNU)

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) memberikan keterangan pers terkait perkembangan terkini tentang hubungan PBNU-PKB di kediaman Rais A’am PBNU KH Miftachul Akhyar, di Pondok Pesantren Miftachussunnah, Jl. Kedung Tarukan, Tambaksari, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (13/8/2024) lalu. 


Berikut adalah keterangan lengkap Gus Yahya dalam kesempatan tersebut.


***

Sebagaimana diketahui, kemarin ada pertemuan kiai-kiai seluruh Indonesia di Jombang, untuk membicarakan hal-hal terkait dengan perkembangan di dalam Partai Kebangkitan Bangsa, yang juga dihadiri oleh Kiai Anwar Iskandar dan Pak Amin Said Husni, yang mendapatkan tugas dari pleno PBNU untuk mendalami masalah-masalah terkait hubungan antara PKB dengan Nahdlatul Ulama, dan kemudian, sesudah pertemuan itu, diatur untuk melaporkan hasilnya kepada Rais Aam pada pagi ini.


Sedangkan kebetulan saya sedang berada di Surabaya untuk berkonsolidasi dengan PCNU Surabaya terkait persiapan pelaksanaan Hari Santri tahun ini, sehingga kemudian saya juga dipanggil untuk ikut hadir di sini, mendengarkan laporan dari Kiai Anwar Iskandar dan Pak Amin Said Husni di depan Rais Aam dan para kiai sepuh yang sekarang juga bersama-sama saya di sini, dan kemudian saya mendapatkan perintah dari Rais Aam untuk menindaklanjuti laporan dari Kiai Anwar Iskandar dan Pak Amin Said Husni tersebut.


Pertama-tama, perlu saya jelaskan sebagai klarifikasi, bahwa masalah ini sebetulnya bukan masalah baru. Ini bukan baru kemarin, bukan baru beberapa bulan ini. Tetapi ini adalah masalah yang berlangsung lama – sudah lebih dari 15 tahun terjadi masalah di dalam hubungan antara PKB dengan Nahdlatul Ulama. Sudah lama sekali. Tapi memang selama ini belum pernah dilakukan upaya-upaya yang decisive (menentukan) untuk mengelolanya. Sampai kemudian, di dalam pleno kemarin ada keputusan untuk berupaya melakukan langkah-langkah pengelolaan yang strategis, yang sistematis, yang decisive untuk meng-adress atau mengurai permasalahan terkait dengan hubungan antara NU dengan PKB ini.


Dalam rentang sekian lama ini, setelah dilakukan pendalaman – baik melalui studi terhadap dokumen-dokumen yang pernah ada selama ini, maupun juga dari keterangan para narasumber yang diundang – ada satu masalah sangat mendasar, sekurang-kurangnya, yang saya kira bisa langsung dilihat dan dirasakan oleh semua orang, yaitu bahwa di dalam PKB itu kedudukan dewan syuro telah dieliminasi sedemikian rupa, sehingga dewan syuro di dalam struktur PKB itu sekarang nyaris tidak lagi memiliki kewenangan apa pun di dalam pembuatan keputusan. Ini adalah perubahan yang sangat fundamental terhadap desain PKB yang dulu disiapkan oleh PBNU pada saat didirikannya. 


Jadi, kita tahu bahwa PKB ini didirikan oleh PBNU secara struktural, melalui keputusan organisasi secara kelembagaan, dan melalui konsolidasi struktural dari keseluruhan jajaran kepengurusan NU sampai ke bawah, dengan desain yang sudah disiapkan oleh PBNU mengenai landasan-landasan nilai-nilainya, dan struktur yang dirancang untuk memelihara nilai-nilai itu.


Tetapi kita melihat bahwa sekarang yang terjadi realitasnya adalah bahwa desain yang dibuatkan oleh PBNU itu sudah berubah sama sekali, sehingga nilai-nilainya juga kita melihat di sana sini ada ketidakselarasan dengan apa yang dulu digariskan pada saat didirikannya. Seperti misalnya nilai-nilai yang terkandung di dalam dokumen yang disebut sebagai pokok-pokok pikiran NU mengenai Reformasi, juga dokumen yang disebut sebagai Mabda' Siyasi Partai Kebangkitan Bangsa. Itu kalau dilihat dengan teliti, maka akan ada ketidakselarasan-ketidakselarasan. Terkait dengan ini semua, PBNU telah membuat keputusan untuk melakukan langkah-langkah sebagai upaya menuju perbaikan. 


Yang perlu dipahami dalam hal ini adalah bahwa memang NU dengan Partai Kebangkitan Bangsa ini memiliki hubungan yang khusus, karena Partai Kebangkitan Bangsa didirikan oleh Nahdlatul Ulama. Ini sangat jelas, sehingga Nahdlatul Ulama beserta struktur kepengurusannya, sebetulnya memiliki tanggung jawab moral atas dinamika yang ada di dalam Partai Kebangkitan Bangsa itu, supaya hal-hal yang dulu dijanjikan oleh NU kepada masyarakat ketika mendirikan PKB itu betul-betul tertunaikan, betul-betul terwujud, tidak hanya sekadar menjadi wacana yang tidak ada wujudnya, sehingga janji NU kepada warganya, kepada kiai-kiai, dan kepada masyarakat mengenai PKB ini tidak terpenuhi. Ini tanggung jawab moralnya – tanggung jawab moral yang menjadi posisi dari NU, termasuk yang kemudian diambil oleh kepengurusan NU itu sendiri mulai dari PBNU sampai ke bawah.


Cuma kita juga menyadari bahwa NU dan PKB ini dua entitas yang berbeda dan terpisah, tidak ada hubungan struktural sama sekali. Sehingga, misalnya, tidak bisa PBNU membuat SK memecat Ketua Umum PKB. Tidak bisa. PBNU, misalnya, membuat SK membatalkan keputusan-keputusan PKB. Jelas tidak bisa. Kita semua tahu. Kita semua menyadari itu. Tetapi NU memiliki legacy yang bisa digunakan untuk mendorong supaya PKB memperhatikan aspirasi-aspirasi yang ada yang berkembang. PBNU bisa memberikan nasihat. PBNU bisa memberikan sampai kepada tekanan-tekanan supaya PKB memenuhi aspirasi-aspirasi yang muncul dari kalangan Nahdlatul Ulama, aspirasi-aspirasi yang muncul dari para kiai-kiai pesantren, dan seterusnya. Ini adalah mekanisme politik yang normal yang biasa, tapi ditambah dengan bobot tanggung jawab moral NU terhadap PKB itu sendiri. Ini yang ke depan akan kita tempuh.


Pada saat yang sama, kita juga menyadari bahwa isinya NU ini bukan hanya PKB saja. Jadi, warga NU yang PKB itu paling banyak, dari hasil terakhir ini, sekitar 15% saja dari keseluruhan warga NU. Sementara selebihnya sekitar 85% warga NU ini sebetulnya mendukung berbagai macam partai-partai yang lain. Sehingga NU ini tetap juga harus merawat dan mengayomi warga NU yang tidak ikut PKB, sehingga PKB bukan hanya menjadi satu-satunya yang harus diayomi oleh NU, karena warga NU ini bermacam-macam isinya, dan tidak bisa semua disuruh ikut PKB. Tidak bisa. Maka NU juga tetap harus mengayomi yang lain.


Cuma karena dengan yang lain sama sekali tidak ada hubungan, misalnya, NU dengan Golkar sama sekali tidak ada hubungan, sehingga NU juga sama sekali tidak bisa melakukan apa-apa, itu terserah pada partai masing-masing untuk mengelola hubungannya dengan konstituennya. Tetapi dengan PKB, sekali lagi, karena didirikan oleh NU, maka ada tanggung jawab moral yang khusus mengenai hal ini. 


Maka selanjutnya saya sebagai ketua PBNU, atas perintah dari Rais ‘Aam, akan melakukan sosialisasi kepada seluruh struktur NU agar mereka mengkomunikasikan apa yang menjadi aspirasi-aspirasi ini yang nanti akan dirumuskan oleh Kiai Anwar Iskandar dan Pak Amin Said Husni, dan mendorong agar para pimpinan NU di daerah ini nanti memperjuangkan aspirasi-aspirasi ini, supaya bisa terwujud di dalam keputusan-keputusan PKB sampai ke tingkat nasional. Ini yang akan kami lakukan.


Sampai saat ini kita sudah mendapatkan bahan-bahan masukan yang cukup memadai untuk dikomunikasikan. Tapi kami masih tidak menutup kemungkinan adanya tambahan-tambahan informasi-informasi maupun wawasan dari berbagai tokoh yang lain, yang mungkin nanti akan lebih lanjut diundang untuk berdialog dengan Kiai Anwar Iskandar dan Pak Amin Said Husni ke depannya. 


Demikian, teman-teman, sementara.