Nasional

Akibat Kaderisasi Lemah, Partai Politik Diwarnai Kader Kerabat dan Instan

Jumat, 19 Juli 2024 | 17:00 WIB

Akibat Kaderisasi Lemah, Partai Politik Diwarnai Kader Kerabat dan Instan

Partai-partai peserta Pemilu 2024. (Ilustrasi: NU Online/Aceng)

Jakarta, NU Online

Partai politik di Indonesia menghadapi tantangan serius dalam mengelola kaderisasi. Padahal kaderisasi merupakan inti dari keberlangsungan dan efektivitas mereka sebagai wakil rakyat. 


Menurut Insan Harapan Harahap, performa yang rendah dalam kaderisasi telah memunculkan polemik serta ketidakpercayaan masyarakat terhadap peran partai politik sebagai perwakilan yang efektif dalam menyampaikan aspirasi dan tuntutan publik kepada pemerintah.


"Lemahnya performa partai politik ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti rendahnya kualitas pola rekrutmen dan mekanisme kaderisasi dalam tubuh partai politik," tulisnya dalam jurnal Kaderisasi Partai Politik dan Pengaruhnya Terhadap Kepemimpinan Nasional, dikutip NU Online Jumat (19/7/2024) pagi.


Bagaimanapun, kata Insan, pola rekrutmen dan mekanisme kaderisasi, yang meliputi rekrutmen anggota, pembinaan kualitas kader, serta penempatan strategis dalam jabatan partai, menjadi krusial dalam menentukan daya tarik dan kepercayaan masyarakat terhadap suatu partai politik. Kualitas kader yang dihasilkan sangat bergantung pada proses rekrutmen dan kaderisasi yang baik.


"Dihasilkannya kader-kader yang berkualitas dan berkapabilitas tentu akan menyorot partai politik asal kader tersebut muncul. Jadi, kualitas kader-kader yang ada dalam partai politik sangat dipengaruhi oleh pola rekrutmen dan mekanisme kaderisasi partai tersebut," terangnya.


Kaderisasi parpol seperti sepak bola
Akademisi Hukum Tata Negara (HTN) Univeritas Negeri Lampung (Unila) Iwan Satriawan berpendapat belum ada contoh yang dapat dijadikan teladan baik dalam kaderisasi, baik dari organisasi masyarakat maupun partai politik. 


Ia mencontohkan, sejumlah kader yang berpotensi dalam beberapa organisasi seperti Nahdlatul Ulama atau Muhammadiyah sering kali tersingkir karena kurangnya modal baik dalam bentuk jabatan maupun kapital.


Kemudian, akibat buruknya kaderisasi di partai adalah menguatnya kader kekerabatan dan kader instan. Kedua fenomena ini, katanya, dapat merusak kaderisasi yang sehat yang seharusnya menjadi landasan demokrasi berbasis masyarakat.


"Karena demokrasi berbasis pada masyarakat. Parpol juga harus jelas kerjanya dalam rekrutmen politik," jelasnya saat diwawancarai NU Online, Jumat (19/7/2024).


Iwan mengatakan, salah satu cara yang dapat diterapkan adalah meniru sistem kaderisasi dunia sepak bola, terdapat seleksi ketat pada tingkat kelompok umur sebelum kader masuk ke level nasional atau tim inti.


"Artinya, mereka harus lolos seleksi terlebih dahulu pada tingkat kelompok umur," kata Penulis buku Pemilu dan Pilkada tersebut.


Namun, untuk mencapai hal ini, kata Iwan, partai politik harus terlebih dahulu memastikan keuangan mereka sehat sehingga tidak tergantung pada bantuan dari pihak ketiga seperti penyandang modal dalam kompetisi memperebutkan suara rakyat.


"Selama pendanaan partai politik kecil dan partai politik tidak boleh melakukan usaha bisnis, jangan harapkan partai politik sehat. Karena kondisi seperti ini sangat mudah bagi penyandang modal untuk membeli rekomendasi partai politik dengan mengesampingkan kader potensial hanya karena tidak punya uang," tegasnya.


Â